Probolinggo WM, Peristiwa yang masih hangat dibicarakan masyarakat, khususnya lingkup Pendidikan, atas kejadian di Supermarket Karunia Damai Sejahtera (KDS) di Kota Probolinggo yang diunggah di Tiktok, dengan konten ujaran kekecewaan pembeli atas layanan salah satu karyawati yang merupakan anak magang dari SMKN 1 Probolinggo yang dianggap tidak sopan.
Unggahan Akun Tiktok dengan pengikut 9 ribu lebih itu berdampak psikis luar biasa bagi siswi bersangkutan, disamping menjadi minder, serba salah, tidak percaya diri dan putus asa, dan peristiwa itu oleh banyak kalangan dinyatakan sebagai bentuk perundungan dan menyisakan trauma mendalam terhadap korban. Akan tetapi gerak cepat penanganan oleh KPAI, pihak sekolah dan Polres Probolinggo khususnya Ka Polres Probolinggo, cukup bagus dan dinilai berhasil dalam upaya pemulihan psikis korban dan apresiasipun berdatangan dari berbagai elemen masyarakat atas penanganan tersebut.
Peristiwa perundungan yang terjadi di dunia maya atau medsos sebagaimana terjadi di Probolinggo itu dimungkinkan masuk kategori cyberbulliying.
Dikutip dari unicef.org
bahwa Cyberbullying (perundungan dunia maya) ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.
Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan, yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.
Jadi, terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal ini merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental.
Hal-hal yang termasuk cyber bullying seperti:
-Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial.
-Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting serta menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan/menyakitkan.
Perlu diingat bahwa cyberbullying pasti
meninggalkan jejak digital, yaitu sebuah rekaman atau catatan yang dapat berguna dan memberikan bukti ketika membantu menghentikan perilaku bullying dengan melaporkan kepada pihak berwenang.
Peristiwa viralnya pembeli memarahi siswi SMKN 1 yang magang kerja di Supermarket KDS Probolinggo itu dimungkinkan masuk
Kategori cyberbullying.
Sebagaimana disampaikan Kepala SMKN 1 Probolinggo Dwi Anggraeni S.Pd, M.Pd ketika ditemui Tim Widya Mandala dikantornya, pada 15/09/2023.
"Sebenarnya agar tidak terjadi cyber bullying, diperlukan pencegahan secara dini, berupa edukasi untuk lebih bijak menggunakan medsos.
Jika ada anak merasa sedang di-bully, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mencari bantuan dari seseorang yang di percaya seperti orang tua, anggota keluarga terdekat atau orang dewasa lainnya. Cyber bullying terjadi dikarenakan adanya kesempatan untuk melakukan pembullyan dengan memanfaatkan media yang sering dan selalu dekat dengan diri kita sendiri dan tidak tepat dalam menggunakannya. Dan hal tersebut terjadi karena si pelaku menginginkan pengakuan orang lain atas dirinya agar diperhatikan," urainya.
Dwi Anggraeni melanjutkan,
"Di sekolah, siswa bisa menghubungi guru yang dipercaya seperti guru BK, wali kelas, Pembina OSIS/ Kesiswaan, atau guru mata pelajaran lain.
Jika bullying terjadi di media sosial, korban bisa memblokir akun pelaku dan melaporkan perilaku mereka di media sosial itu sendiri. Media sosial berkewajiban menjaga keamanan penggunanya," terangnya.
Sebagaimana diketahui secara umum mengumpulkan dan menyimpan bukti-bukti cyber bullying bisa membantu korban nantinya untuk menunjukkan apa yang telah terjadi, misalnya menyimpan bukti pesan dalam chatting
Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan, yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.
Jadi, terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal ini merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental.
Hal-hal yang termasuk cyber bullying seperti:
-Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial.
-Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting serta menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan/menyakitkan.
Perlu diingat bahwa cyberbullying pasti
meninggalkan jejak digital, yaitu sebuah rekaman atau catatan yang dapat berguna dan memberikan bukti ketika membantu menghentikan perilaku bullying dengan melaporkan kepada pihak berwenang.
Peristiwa viralnya pembeli memarahi siswi SMKN 1 yang magang kerja di Supermarket KDS Probolinggo itu dimungkinkan masuk
Kategori cyberbullying.
Sebagaimana disampaikan Kepala SMKN 1 Probolinggo Dwi Anggraeni S.Pd, M.Pd ketika ditemui Tim Widya Mandala dikantornya, pada 15/09/2023.
"Sebenarnya agar tidak terjadi cyber bullying, diperlukan pencegahan secara dini, berupa edukasi untuk lebih bijak menggunakan medsos.
Jika ada anak merasa sedang di-bully, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mencari bantuan dari seseorang yang di percaya seperti orang tua, anggota keluarga terdekat atau orang dewasa lainnya. Cyber bullying terjadi dikarenakan adanya kesempatan untuk melakukan pembullyan dengan memanfaatkan media yang sering dan selalu dekat dengan diri kita sendiri dan tidak tepat dalam menggunakannya. Dan hal tersebut terjadi karena si pelaku menginginkan pengakuan orang lain atas dirinya agar diperhatikan," urainya.
Dwi Anggraeni melanjutkan,
"Di sekolah, siswa bisa menghubungi guru yang dipercaya seperti guru BK, wali kelas, Pembina OSIS/ Kesiswaan, atau guru mata pelajaran lain.
Jika bullying terjadi di media sosial, korban bisa memblokir akun pelaku dan melaporkan perilaku mereka di media sosial itu sendiri. Media sosial berkewajiban menjaga keamanan penggunanya," terangnya.
Sebagaimana diketahui secara umum mengumpulkan dan menyimpan bukti-bukti cyber bullying bisa membantu korban nantinya untuk menunjukkan apa yang telah terjadi, misalnya menyimpan bukti pesan dalam chatting
dan screenshot postingan di media sosial.
Cyberbullying dalam konteks penghinaan yang dilakukan di media sosial diatur pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). Pada prinsipnya, tindakan menunjukkan penghinaan terhadap orang lain tercermin dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Adapun ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (3) UU 19/2016 adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Apabila perbuatan penghinaan di media sosial dilakukan bersama-sama (lebih dari 1 orang) maka orang-orang itu dipidana atas perbuatan turut melakukan tindak pidana.
"Agar bullying berhenti, kuncinya ialah perlu diidentifikasi dan dilaporkan lebih lanjut. Hal ini juga untuk menunjukkan kepada pelaku bullying bahwa tindakan mereka tidak dapat diterima," kata Dwi Anggraeni menutup pembicaraan.
(**Dikpoer&Tim)