Nusantara News Probolinggo - Untuk memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-102 Nahdlatul Ulama (NU), PC Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU Kota Kraksaan menggelar diklat pesantren membatik. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu (18/1/2025) di Sentra Batik Tulis Dewi Rengganis, Desa Jatiurip, Kecamatan Krejengan. Sebanyak 60 santri dari pesantren anggota RMI NU yang tersebar di 13 kecamatan mengikuti pelatihan tersebut.
Dalam diklat ini, para santri dibimbing langsung oleh Rusyami, pemilik Batik Tulis Dewi Rengganis. Ia membagikan pengalaman dan teknik membatik kepada para peserta, mulai dari proses dasar hingga teknik tingkat lanjut. Suasana pelatihan berlangsung interaktif, dengan semangat para santri yang ingin mendalami seni membatik sebagai bekal keterampilan baru.
Ketua PC RMI NU Kota Kraksaan, Habiburrahman, menjelaskan bahwa diklat ini bertujuan untuk memberdayakan santri agar mandiri, kreatif, dan produktif. Selain itu, kegiatan ini menjadi upaya melestarikan budaya batik sebagai identitas bangsa sekaligus memperkuat ekonomi pesantren. "Kami ingin santri tidak hanya belajar, tapi juga menghasilkan karya terbaik yang bisa diterima masyarakat luas," ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, setiap peserta akan membawa pulang seperangkat alat membatik. Ini memungkinkan mereka untuk terus berlatih di pondok atau rumah masing-masing. Hasil karya mereka nantinya akan dikumpulkan di Galeri Batik Tulis Dewi Rengganis untuk dinilai, dan karya terbaik akan dipamerkan pada acara puncak Harlah ke-102 NU di Gedung Islamic Center Kota Kraksaan, 4 Februari 2025.
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Kraksaan, H. Ahmad Muzammil, menekankan pentingnya keseriusan santri dalam mengikuti diklat ini. Ia menilai keterampilan membatik tidak hanya sebagai seni, tetapi juga peluang ekonomi. “Santri harus tekun. Dengan ketelatenan, mereka bisa menjadi wirausahawan mandiri yang menguasai agama sekaligus memiliki keahlian membatik,” tegasnya.
Muzammil juga mengingatkan bahwa batik adalah warisan budaya yang memiliki akar sejarah kuat sejak era Kerajaan Majapahit. Ia berharap diklat ini menjadi langkah awal yang berarti bagi santri untuk melestarikan budaya sekaligus membangun kemandirian ekonomi pesantren. “Batik bukan hanya seni, tetapi juga kontribusi nyata untuk memajukan ekonomi umat,” tambahnya.
Melalui diklat ini, para santri tak hanya belajar membatik, tetapi juga belajar menghargai warisan budaya dan menciptakan nilai ekonomi dari keterampilan tersebut. Dengan semangat dan kreativitas, para santri NU Kota Kraksaan diharapkan mampu menjadi pionir dalam memadukan tradisi, inovasi, dan kemandirian.
(MH***)