Status Wisata Gunung Bentar Dipertanyakan LSM Paskal, Tiket Mahal dan Wahana Sepi

Redaksi

 


Nusantara News Probolinggo — Status pengelolaan Wisata Gunung Bentar yang berlokasi di Desa Curahsawo, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, kini menjadi sorotan publik. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Paskal mempertanyakan kejelasan status hukum serta transparansi pengelolaan tempat wisata yang kini dipegang oleh PT The Lawu Grup Solo. Bagi mereka, keindahan pantai dan perbukitan di kawasan itu kini seolah tertutup kabut ketidakjelasan administrasi.


Dulu, Gunung Bentar dikenal sebagai ikon wisata kebanggaan masyarakat Probolinggo. Suasananya ramai, pedagang kecil berjejer di sepanjang jalan masuk, dan anak-anak tertawa di tepi pantai. Kini, panorama yang dulu hidup itu mulai memudar. Di tengah tiupan angin laut, terdengar keluhan pengunjung yang merasa harga tiket tak sebanding dengan fasilitas yang mereka dapat. “Tiketnya Rp30 ribu per orang, tapi wahananya sedikit, banyak yang terbengkalai,” ujar seorang pengunjung yang enggan disebutkan namanya.


Ketua LSM Paskal, Sulaiman menilai ada hal yang tak beres dalam pengelolaan wisata tersebut. Mereka menduga, kerja sama antara pihak pengelola dan pemerintah daerah kabupaten Probolinggo tidak dilakukan secara terbuka. “Kami mempertanyakan legalitas dan pola kerja sama ini. Jangan sampai aset daerah justru lebih menguntungkan pihak swasta dibanding masyarakat sekitar,” pada saat dikonfirmasi Jum'at Siang (17/10/2025) 


Sulaiman juga menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah khususnya kabupaten Probolinggo. Mereka menilai, Pemerintah Kabupaten Probolinggo seharusnya bisa memastikan bahwa pengelolaan wisata tetap berpihak pada masyarakat lokal. “Kalau tarif naik, fasilitas minim, dan pendapatan daerah tak meningkat, untuk siapa wisata ini sebenarnya?” Tegasnya


Di sisi lain, masyarakat sekitar juga mulai merasakan dampaknya. Beberapa pedagang kecil mengeluh omzet menurun drastis sejak harga tiket dinaikkan. “Dulu ramai, sekarang sepi. Orang-orang mikir dua kali mau masuk,” keluh salah satu penjual minuman di sekitar lokasi wisata. Suara mereka seolah jadi gema yang menggantung di antara ombak pantai dan janji pembangunan yang belum juga jelas ujungnya.


Kini, publik menunggu langkah tegas dari pemerintah daerah dan penjelasan transparan dari pihak pengelola. Gunung Bentar bukan sekadar tempat wisata, ia adalah simbol kebanggaan dan sumber ekonomi masyarakat. Jika terus dibiarkan tanpa kejelasan, keindahan Gunung Bentar bisa saja tinggal cerita, sementara masyarakat hanya bisa menatapnya dari balik pagar ketidakpastian.

(SF**)