Pembangunan Alun-Alun Pagu anggaran 9,4 Miliar , Proyek Bergengsi Senilai Tender 8,75 M yang Menyingkirkan Rakyat Kecil

Redaksi

 


Nusantara News Probolinggo — Di balik gemerlap rencana revitalisasi Alun-Alun Kota Probolinggo senilai hampir Rp9,4 miliar, terselip aroma kebijakan yang dianggap lebih mengutamakan pencitraan ketimbang kepentingan rakyat kecil. Proyek yang digadang-gadang jadi ikon baru kota ini justru diduga memakai dana efisiensi, yang seharusnya digunakan untuk mendorong perputaran ekonomi rakyat, seperti bantuan UMKM , PKL , dan BLT.


Ironis, Di saat banyak pelaku usaha kecil menjerit karena lesunya pasar, pemerintah justru sibuk mempercantik taman kota. Pembangunan megah itu malah jadi simbol paradoks rakyat makin terpinggirkan di tanah sendiri. Sejumlah pedagang kecil di kawasan alun-alun bahkan merasa seperti “diusir secara halus” dari tempat mereka menggantungkan hidup selama bertahun-tahun.


“Kami bukan menolak pembangunan, tapi tolong pikirkan nasib kami juga. Kami cuma jualan kecil, kok serasa dihalau seperti beban kota,”  Keluh salah satu pedagang dengan mata berkaca-kaca, 11/10/2025.


 CV Carisa , pemenang tender pertama gagal melanjutkan proyek, hingga akhirnya pekerjaan dialihkan ke CV Probolinggo Cemerlang, pemenang tender kedua. Nilai tender proyek yang mencapai Rp8.757.345.521,49 ini pun mulai dipertanyakan, baik dari sisi transparansi maupun urgensinya.


Kalangan pemerhati kebijakan publik menilai, langkah Pemkot Probolinggo melalui Dinas PUPR dan PKP ini seperti “menari di atas bara” mengejar proyek fisik, tapi melupakan denyut ekonomi rakyat.

Dana efisiensi yang seharusnya menumbuhkan UMKM, malah disulap jadi proyek beton dan taman yang megah tapi tak memberi dampak langsung bagi masyarakat bawah.


Seorang aktivis lokal bahkan menyebut proyek ini sebagai bentuk pembangunan kosmetik, yang hanya indah di permukaan namun menyisakan luka sosial di bawahnya.


“Kalau pemerintah punya hati, mestinya tahu mana yang lebih penting , membangun ekonomi rakyat atau mengejar proyek yang belum tentu bermanfaat,” Ujarnya tajam.


Kini publik menunggu Wali Kota Probolinggo berani menjelaskan secara terbuka alasan penggunaan dana efisiensi tersebut atau justru memilih diam di balik tembok kekuasaan.


Yang jelas, di tengah gemerlap rencana revitalisasi itu, suara rakyat kecil masih bergema lirih, “Kami hanya ingin tetap hidup, bukan diusir dari tempat kami mencari makan.”


Ketika awak media mengkonfirmasi OPD terkait pembangunan alun alun kota Probolinggo Dinas PUPR PKP sampai berita diterbitkan belum ada jawaban.

(MH**)