Investasi Guncang Probolinggo, Ketua IWP Jamaludin Meledak, Warga Mengancam Tutup Akses Perusahaan

Redaksi

 


Nusantara News Probolinggo - Kabupaten Probolinggo kembali berguncang. Bukan oleh gempa, tapi oleh suara rakyat yang mulai menggelegar dari sudut-sudut desa. Di tengah deretan pabrik yang berdiri gagah seperti raksasa baja, suara napas warga justru semakin pendek. Dan di sinilah letupan itu muncul dari Ketua IWP, Jamaludin, yang tak lagi mampu menahan geram.


Ia menyebut investasi yang semestinya membawa berkah kini justru menjelma seperti bayangan panjang yang menutupi harapan. Betapa tidak, purchasing power masyarakat kian merosot, merayap seperti daun kering yang kehilangan penyangganya. “Apalah arti investasi bila masyarakat sekitar hanya mencium bau tak sedap dan menanggung sesak napas,” Ucap seorang warga yang wajahnya sudah lelah oleh keluhan bertahun-tahun.


Ada bisik-bisik yang mulai mengeras, legalitas perusahaan itu layak dipertanyakan. Ada aturan yang mungkin dilompati, ada perundangan yang mungkin ditabrak, dan ada kesempatan kerja yang seharusnya diberikan kepada warga sekitar justru melayang seperti angin yang tak pernah singgah. Ironi pun menetes, setetes demi setetes, membentuk genangan ketidakadilan.


Jamaludin melihat situasi ini seperti badai yang dipendam terlalu lama. Di balik papan nama perusahaan yang mengkilap tertulis PT Wahana Putra Bahari yang terletak didesa Asembakor kecamatan Kraksaan kabupaten Probolinggo tersimpan cerita getir tentang warga yang tak mendapatkan apa pun kecuali dampak lingkungan. “Investasi macam apa ini! Warga sesak napas, tapi perusahaan tenang-tenang saja,” Ujarnya, suaranya bergetar tapi tajam, menyayat seperti parang yang baru diasah, 3/12/2025.


Kini bola panas berada di tangan pemerintah daerah Kabupaten Probolinggo, khususnya OPD yang membidangi investasi. Warga menanti klarifikasi, jawaban, atau setidaknya keberpihakan kecil yang menegaskan bahwa mereka masih dihitung sebagai manusia, bukan sekadar angka statistik. Jika tidak ada langkah nyata, warga sudah menyiapkan satu jalan yang selalu menjadi senjata terakhir yaitu demonstrasi besar-besaran dan penutupan akses menuju perusahaan.


Awan gelap mulai menggantung di atas kawasan industri itu. Bila pemerintah daerah tetap bungkam, warga akan bergerak, dan perusahaan itu mungkin akan merasakan badai yang mereka ciptakan sendiri. Suara rakyat di Probolinggo bukan lagi bisik-bisik melainkan dentuman yang siap menggetarkan fondasi investasi yang selama ini hanya terlihat megah dari luar.

(MH**)