Nusantara News Probolinggo - Angin tak selamanya berhembus kencang. Gelombang hukum yang dulu menghempaskan Hasan Aminuddin, mantan Bupati Probolinggo dua periode sekaligus eks anggota DPR RI, kini mendadak mereda. Putusan banding yang keluar pada 25 April 2025 dari Pengadilan Tinggi Surabaya, memotong masa hukumannya dua tahun lebih ringan dari vonis awal.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Hasan dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, di level banding, hukuman itu dikoreksi bukan dibatalkan, hanya saja dipangkas menjadi 4 tahun penjara.
Putusan ini bukan tanpa tanya. Publik mengerutkan dahi. Keadilan yang dulu terasa gagah, kini tampak seperti wayang tanpa dalang. Di balik teks amar putusan, tertera Pengadilan Tinggi menerima permintaan banding dari Penuntut Umum KPK dan penasihat hukum Hasan, serta mengubah lamanya hukuman pidana penjara sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Tipikor Surabaya Nomor 42/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby tanggal 13 Februari 2025
Sementara itu Sulaiman, Ketua Paskal Probolinggo Raya mengecam keras keputusan banding tersebut. Menurutnya, pengurangan hukuman ini bukan hanya menyakiti rasa keadilan masyarakat, tapi juga bisa menjadi preseden yang buruk, Sabtu (10/5/2024).
"Ini bukan sekadar angka dalam vonis. Ini tentang pesan kepada rakyat bahwa kekuasaan bisa membeli keringanan. Kami kecewa," tegasnya
Hasan, sosok kuat yang dulu jadi simbol kekuasaan di Probolinggo, kini harus menelan pil pahit hukum. Namun, dengan putusan baru ini, bayang-bayang keadilan terasa seperti burung malam hadir, tapi enggan hinggap.
Pengurangan vonis ini menyisakan ironi. Di satu sisi, hukum berjalan, banding dikabulkan, prosedur dipatuhi. Tapi di sisi lain, ada luka di hati rakyat yang menginginkan kejelasan bahwa hukum tak mengenal kasta.
(*)