Nusantara News Probolinggo — Langit mendung bukan berarti hujan di atas Probolinggo seakan menyatu dengan keresahan warga yang makin hari makin tak terbendung. Lutfi Hamid, Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (AMPP), kembali menggemparkan publik lewat pernyataan tajamnya. Ia mendesak KPK untuk tak hanya mengusut aliran dana hibah ke kelompok masyarakat (pokmas), tapi juga menyoroti dana hibah yang mengalir ke pondok pesantren (ponpes) yang diduga sarat kepentingan dan praktik haram.
Dalam keterangannya, Lutfi menyebut bahwa sudah banyak keluhan dan laporan dari masyarakat soal adanya pungutan liar dalam proses pencairan dana hibah untuk pondok pesantren. Ironisnya, lembaga yang seharusnya menjadi benteng moral justru dijadikan kendaraan bagi oknum tertentu untuk memperkaya diri. "Kalau pondok saja sudah dijadikan celah korupsi, kita harus waspada, ini bukan soal dana lagi, tapi harga diri," ujarnya dengan suara tajam,28/05/2025.
Lebih jauh, Lutfi mengungkap bahwa ada oknum yang dikenal dekat dengan para tersangka korupsi hibah yang kini berperan di balik layar dalam mengatur distribusi dana hibah ke ponpes. Modusnya rapi, tapi meninggalkan jejak. Proposal hibah bisa lolos dengan cepat, asalkan sang pengurus ponpes rela menyetor "uang pelicin " istilah yang kian populer di kalangan pengurus lembaga keagamaan.
AMPP kini sedang menghimpun data dari sejumlah pondok pesantren yang bersedia buka suara. Meskipun sebagian besar masih merasa takut, namun ada juga yang mulai berani bersaksi. "Kami akan kawal kasus ini sampai ke akar-akarnya, bukti-bukti akan kami serahkan ke KPK. Jangan sampai yang memakai jubah agama lolos dari jerat hukum," tegas Lutfi.
Sorotan kini tak lagi hanya tertuju pada pejabat dan pengurus pokmas, tapi juga mulai menelusup ke balik tembok pesantren yang selama ini dianggap steril dari kepentingan politik dan ekonomi. Dugaan bahwa ada konspirasi rapi antara oknum relijius dan pejabat korup menjadi sorotan tajam publik. Kepercayaan masyarakat pun kembali diguncang.
Lutfi pun menutup pernyataannya dengan nada reflektif, "Ini saatnya KPK turun dengan gagah. Jangan hanya bersih-bersih di permukaan. Bongkar semua yang busuk, meskipun disembunyikan di balik sorban." Seruan itu tak hanya menggema di Probolinggo, tapi juga mengetuk nurani seluruh penjuru Jawa Timur.
Bersambung......
(MH**)