Nusantara News Probolinggo — Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur diduga terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) dalam proses pengurusan Izin Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) serta penyusunan dokumen teknis. Proses yang seharusnya bisa selesai sesuai aturan, justru tersendat hingga dua tahun lamanya tanpa kejelasan.
Dugaan tersebut disampaikan langsung oleh Yoyok, seorang pelaku usaha pertambangan sekaligus aktivis. Ia mengaku kecewa karena niatnya menjadi contoh pelaku usaha yang taat hukum justru terbentur oleh birokrasi yang ruwet. Menurutnya, alih-alih memperlancar izin resmi, sistem di Dinas ESDM Jatim justru menjadi penghambat. Ia bahkan menyebut bahwa SOP dan ketentuan dalam PP Nomor 28 Tahun 2025 seolah tidak berlaku di instansi tersebut.
Lebih lanjut, Yoyok menjelaskan banyak konsultan dan pelaku usaha tambang mengalami kesulitan saat mengurus izin WIUP dan dokumen teknis sebagai syarat menuju Operasi Produksi (OP). Mereka disebut diminta menyetor sejumlah dana tambahan di luar ketentuan resmi agar proses perizinan bisa dipercepat. Uang tersebut, menurutnya, menjadi semacam syarat tidak tertulis agar berkas bisa segera diproses oleh oknum di dinas terkait.
Akibatnya, praktik seperti ini justru memperburuk situasi di lapangan. Tambang-tambang ilegal bermunculan di berbagai wilayah Jawa Timur, sementara izin resmi justru dipersulit. Minimnya pengawasan dan lemahnya sistem perizinan membuka peluang bagi oknum untuk bermain di balik layar, menodai citra birokrasi yang seharusnya melayani.
Yoyok mendesak adanya reformasi menyeluruh dalam tata kelola perizinan tambang, termasuk penerapan sistem digitalisasi agar lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik pungli. Ia juga mendorong aparat penegak hukum segera melakukan investigasi terhadap dugaan pungli tersebut.
Menurut pengakuannya, Yoyok telah beberapa kali melaporkan persoalan ini kepada Gubernur Jawa Timur serta meminta digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) agar Dinas ESDM Jatim kembali tunduk pada SOP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun hingga kini, laporan itu belum membuahkan hasil nyata.
“Kalau izin resmi saja dipersulit, bagaimana mau menertibkan tambang ilegal? Birokrasi yang kotor justru melahirkan pelanggaran baru,” ujar Yoyok dengan nada prihatin.
Ia berharap pemerintah provinsi segera mengambil langkah tegas agar dunia pertambangan di Jawa Timur tidak terus terjebak dalam lingkaran pungli, korupsi, dan maraknya tambang ilegal.
(SF***)