Direksi PT SAS Terancam Penjara 10 Tahun, Polda Jatim Kepung Dugaan Perusakan Mangrove

Redaksi


Nusantara News Probolinggo - Penyidik Unit IV/Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Timur (Jatim) tampak benar-benar menaruh perhatian serius terhadap pengaduan masyarakat soal dugaan tindak pidana Lingkungan Hidup. Sejumlah pihak pun mulai dipanggil untuk diklarifikasi terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan pembenihan udang PT Sumber Air Sejahtera (SAS) di Desa Lemahkembar, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo.


"Kami apresiasi langkah Penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim. Menurut kami tindakan tersebut merupakan bukti keseriusan penyidik dalam menangani suatu masalah," ujar Sholehudin, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK), Kamis (13/11/2025).

Sholeh menjelaskan bahwa pengaduan dugaan tindak pidana yang dilayangkan GMPK kepada Ditreskrimsus Polda Jatim saat ini memasuki tahap penyelidikan. Berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/5129/XI/RES.5./2025/Ditreskrimsus/Polda Jatim tertanggal 3 November 2025, penyidik Subdit Tipidter telah mengirimkan panggilan klarifikasi kepada Direktur PT SAS. "Info yang kami dapatkan, Direktur SAS sedang dalam proses pemanggilan untuk klarifikasi terhadap pengaduan pelanggaran pidana yang dilakukan," jelasnya.


Dalam surat tersebut, lanjut Sholeh, PT SAS disinyalir melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Mulai dari UU No. 27 Tahun 2007 yang diperbarui menjadi UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga UU No. 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan.


"Ekosistem mangrove di sekitar perusahaan tambak udang sengaja dirusak. Padahal apapun alasannya, hal tersebut sangatlah dilarang. Apalagi penebangan mangrove oleh PT SAS dilakukan hanya demi kepentingan bisnis perusahaan yang diragukan legalitasnya," sambungnya.


Ia memaparkan bahwa tindakan seperti konversi mangrove, penebangan untuk industri dan permukiman, atau metode lain yang merusak ekosistem mangrove telah diatur tegas dalam Pasal 73 dan Pasal 35 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pelanggaran tersebut berpotensi berujung pada sanksi pidana yang tidak ringan.


"Mengacu pada UU, Direksi PT SAS bisa diganjar hukuman penjara 2 hingga 10 tahun dan denda Rp2 miliar hingga Rp10 miliar," terang Sholeh.


Ironisnya, meski perusahaan tersebut memiliki omset miliaran rupiah, kesejahteraan pekerja justru terkesan diabaikan. Pengupahan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) disebut masih terjadi hingga saat ini. 


"GMPK meminta pihak Aparat Penegak Hukum dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo segera menghentikan aktivitas perusahaan dan menindak sejumlah pelanggaran yang dilakukan SAS," tegasnya.


Terpisah, sumber internal Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim membenarkan adanya penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana yang dilakukan PT SAS. Bahkan, pelapor telah dimintai keterangan. "Saat ini masih proses pemanggilan Direktur PT Sumber Air Sejahtera," ujar salah satu perwira yang meminta identitasnya dirahasiakan.


Sementara itu, wartawan berupaya menghubungi Tan, Direktur PT Sumber Air Sejahtera. Namun hingga berita ini ditayangkan, yang bersangkutan belum memberikan respons maupun pernyataan terkait persoalan tersebut.

(SF**)